Terorisme Hingga Dukungan Sosial

Akhir-akhir ini hal yang paling mencuat di muka publik adalah persoalan terorisme.

Menurut saya terorisme merupakan sebuah tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok yang sudah terstruktur baik lisan maupun non lisan yang memunculkan rasa takut, resah, gelisah, bahkan sampai dalam keadaan yang lebih parah bagi si korban yaitu paranoid.

Terorisme menjadi sosok yang menakutkan bagi orang, dimana ia dikendalikan oleh seseorang atau kelompok untuk kepentingan dan tujuan tertentu.

Terorisme, mungkin atau memang tidak seperti mengancam. Karena ia tidak memerlukan sebuah negosiasi untuk kepentingan.

Menurut saya banyak motif dibalik munculnya terorisme. Kalau kita agak menjauh dari koridor paham ini, kita mungkin biasa menarik kesimpulan bahwa terorisme adalah sebuah ancaman, tapi bagi saya bukan begitu.

Terorisme mungkin saja memiliki sebuah indikator mengancam. Tapi, jauh dari itu teror selalu berkaitan dengan hal yang namanya radikal. Dimana tidak akan ada tempat baru bagi pikiran baru yang akan diterima di sana.

Yang membuat saya paling sedih dalam peristiwa teroris baru-baru ini adalah seorang anak sebagai pelakunya (maaf, tapi bagi saya anak-anak bukanlah pelakunya), bahkan sebagian dari warga net banyak mengeluarkan caci-maki terhadap anak tersebut.

Anak-anak tidak akan pernah menjadi pelaku tindak kejahatan, bahkan anak-anak dilindungi oleh mata hukum. Lagi-lagi keluarga (orang tua) yang menjadi tiangnya, menjadi pegangan bagi seorang anak.

Yang paling menarik dan sekaligus paling klise untuk yang mau saya bicarakan adalah pentingnya dukungan sosial bagi anak-anak. Saya masih percaya anak-anak akan lebih mudah dalam mengembangkan minatnya dengan dukungan sosial.

Untuk mengembangkan minat seorang anak salah satunya harus mendapatkan dukungan yang cukup. Dukungan tersebut bersumber dari orang tua, keluarga, teman, tetangga, kelompok, dan masyarakat. Dukungan dapat berupa emosional, penghargaan, tenaga, dan lainnya yang menyokong kebutuhan minat anak.

Rasanya orang tua yang masih mengarahkan anaknya untuk menjadi sesuatu yang diinginkan orang tuanya adalah kuno, tak lain seperti penjajah yang menguras sisi kelebihan si anak.

Dan yang paling terpenting dalam persoalan mendukung ini adalah penerimaan si anak akan dukungan tersebut. Untuk orang tua, tak perlu memaksa, sebab tak ada yang instan, apa lagi untuk seorang anak, butuh usaha kolektif dan progresif dari seluruh elemen masyarakat terutama keluarga.

Aduh, saya jadi rindu orang tua. Udah dulu, Bye.

Komentar

Postingan Populer