Akhirnya Begini

Akhirnya, ini adalah tentang sebab dan akibat. Sebuah hukum kausalitas yang begitu penuh dengan berbagai sifat, bukan hanya sebuah kata kerja dalam mata kuliah Bahasa. Kata kerja yang selalu tak terlihat di baris-baris tulisan, yaitu antara kata per kata, spasi.

Akhirnya, ia terselip di antara kata-kata tersebut dan mulai bercerita panjang dalam kertas putih digital yang tak pernah dielus karena tak bisa. Memulainya dengan begitu percaya diri dalam bahasanya sendiri. Bukan pula sebuah kemajuan, apalagi kemunduran. Telah bergerak menjadi harapan-harapan, impian yang In Shaa Allah, Tuhan akan mewujudkan.

Akhirnya, tak mengerti apa maksud di dalamnya, yang begitu lugas diketik-ketik sampai jari terlilit. Ketika hendak mengentak ‘Enter’ dari jarak antara paragraf ke paragraf berikutnya. Jika saja aku bisa memberhentikan itu, tapi ini aneh. Itu harus diteruskan, karena tombol ‘Backspace’ itu telah merasa asing dari tombol A-Z.

Akhirnya, itu telah menjadi sebuah satu kesamaan dalam sejauh mana ingatan. Tak pernah ada kata kerja yang tak dapat diselesaikan manusia. Kecuali kata kerja biasa ini, yang tak habis hanya dalam dunia ini saja. Telah menjelma pada diam yang berirama sunyi. Menjadi sebuah syair yang begitu manis menyerupai surga, tak ter-gambarkan, tak ada penjelasan yang absolut, kadang kala ia dinyanyikan seperti kode-kode rahasia yang sering berubah makna.

Akhirnya, hanya dari sekian per sekian pasang membuka jembatan kesepakatan. Aku duduk pada kursi meja dengan pandangan yang dibatasi besi-besi pagar penyangga. Berputar-putar di bawah sana, ada aksara. Ada gurun yang luas dari warna yang dikenakan. Semakin jauh oleh indra penglihatan, semakin keras pula memanggilnya. Sebab tak terdengar adalah legitimasinya.

Akhirnya, terbawa mimpi. Air laut terasa manis, perahu-perahu itu secepat kilat menuju terbit matahari. Layang-layang jatuh ditekan gravitasi ke perahu itu, sehingga tak lagi dikejar-kejar karena ombak tak pernah ada akhirnya. Semakin lama semakin tinggi mengalahkan gedung pencakar langit.

Akhirnya, tibalah malam dengan segenap kekuatan yang sama-sama telah kita coba. Percayalah, demikian aku juga merasakannya.

“Tempus Fugit, Amor Manet”

Komentar

Postingan Populer