Ia dan 7 Pikiranku

Ia juga tak mungkin mengatakan “itu”. Ia adalah keluarga terpandang. Beragama dan mematuhi segala aturan budaya dahulu. Tak seperti trend zaman sekarang. Berkeliaran di tengah malam, wara-wiri bersama teman-teman hingga larut pagi. Kalau pun keluar, pastilah kepentingan yang baik. Pikirku yang ke 2. Kali ini, Ia mungkin sedang membuka buku agamanya atau belajar dari buku-buku perkuliahannya. Anggapan masyarakat modern, pasti membosankan sekali. Pernah sesekali ia bercerita, reaksi atas jawaban pun begitu kakunya. Bukan karena benar, ia adalah orang yang kaku. Itu aturan yang dipahaminya dari pelajaran yang telah di pelajarinya. Pikirku yang ke 3. Kadang menghubungkan lisan memang sulit. Aku lebih tertarik tulisan.

Pada dasarnya, ia mungkin juga tidak tertarik dengan peradaban modern sekarang. Ia harus menyesuaikan. Tentunya dengan ajaran dan pengalaman yang telah dilaluinya. Sederhana, bukan, bukan sederhana, tapi ada yang lebih menarik lagi. Caranya. Seperti memikirkan dua orang ibu yang melahirkan satu anak sekaligus. Benar-benar tak ada sampai ke sana. Pikirku yang ke 4. Aku kenal kebanyakan orang, berapapun mereka akan membayar untuk sebuah kisah hidup yang indah. Ia pun begitu. Tapi ia tak menginginkan kisah yang penuh konspirasi. Ia kenyataan. Realistis. Dalam abad ke-20 ini, ia sudah tumbuh besar dan Ia sempat mengetahui keguguran masalah remaja yang suka ditertawakan para orang tua. Ia telah berhasil, berkat inginnya sendiri. Lepas dalam menceritakan segalanya, begitu dekat. Ah, pikirku yang ke 5.

Ia penasaran, ia ingin tahu, haus bercerita dengan kekasihnya. Tuhannya. Mulanya ia tak mungkin melakukannya secara berlebihan dan saat ini pun memang begitu adanya. Orang-orang tak harus tahu, ia dalam keadaan apa. Duka, suka cita, hampa, apapun tak ada yang harus tahu. Ia jarang sangat pilih-pilih waktu. Takut, ia akan perbuatannya. Memang benar perbuatan harus di pertanggung jawabkan. Pikirku yang ke 6.  Aktivitasnya sibuk, tak lekang kehidupan anak harus membantu orang tua maupun keluarganya. Mengantarkan atau sesibuknya ia menemani. Jauh dari gundah, ia harus ada ‘good friends, kurang tepat, ‘best friends’ lebih baik konsepnya. Pikirku yang ke 7. Bagaimana tidak, raut wajahnya. Buat tertawa!

Ia lugu dalam pembicaraan tentang anak muda. Benar atau tidak, ia lugu. Harusnya sekali-kali ia diberi kamus. Kamus remaja, entah akan jadi karangan siapa. Tunggu saja.

Ada yang ketinggalan pikirku yang ke 1. Memang tak harus menyebutkan nama, memang tak harus. Hanya nama. Cukup dikenang.

Komentar

Postingan Populer